Taman kering ala Jepang, atau yang sering disebut dengan taman Zen, adalah simbol dari ketenangan dan kesederhanaan. Taman ini menciptakan sebuah lanskap miniatur yang stilistik melalui komposisi batu, fitur air, lumut, pohon dan semak yang dipangkas, serta menggunakan kerikil atau pasir yang digaruk untuk mewakili riak di air.
Sejarah dan Filosofi
Taman kering ala Jepang berakar pada periode Heian (794–1185) dan dipengaruhi oleh filosofi taman dari Dinasti Song China (960–1279). Dalam Sakuteiki, manual taman Jepang pertama yang ditulis pada akhir abad ke-11, dijelaskan bagaimana batu harus ditempatkan untuk menciptakan lanskap miniatur tanpa air yang sebenarnya, yang mencerminkan gunung-gunung legendaris Penglai dari mitologi China.
Komponen Utama
- Batu: Mewakili gunung atau fitur alam lainnya.
- Pasir/Kerikil: Digaruk untuk mewakili air yang mengalir atau lautan.
- Lumut: Menambahkan warna hijau dan tekstur, sering kali mewakili pulau atau tanah.
- Pohon/Semak: Dipangkas secara hati-hati untuk menjaga skala miniatur.
Perbandingan dengan Taman Tradisional
Fitur | Taman Kering (Zen) | Taman Tradisional |
---|---|---|
Air | Diwakili oleh pasir/kerikil | Air sebenarnya |
Flora | Minimalis, sering kali lumut dan semak | Beragam, termasuk bunga dan pohon berdaun |
Manfaat | Meditasi dan kontemplasi | Estetika dan rekreasi |
Desain | Geometris dan simbolis | Alami dan beragam |
Taman kering ala Jepang adalah tempat meditasi dan refleksi. Mereka tidak hanya merupakan karya seni yang indah tetapi juga sarana untuk mencapai kedamaian batin dan kejernihan pikiran.